Sri Mulyani Menghimbau di Internasional Pentingnya Mengurangi Emisi Karbon Untuk Mencegah Perubahan Iklim
Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pentingnya upaya
Indonesia, sebagai konsumen energi terbesar di ASEAN, mengurangi emisi
karbon untuk mencegah perubahan iklim.
Kepada CNBC International TV, Sri Mulyani membeberkan komitmen Indonesia
mengurangi emisi karbon hingga 29 persen secara mandiri dan menjadi 41
persen dengan bantuan internasional di tahun 2030.
"Transisi ini tidak hanya membutuhkan kebijakan, tetapi juga pembiayaan
dan akses teknologi,"katanya, dalam wawancara daring CNBC's Lasting
Future Online forum, Selasa (19/10/2021).
Sri Mulyani mengakui besarnya dana yang dibutuhkan dalam upaya
menurunkan emisi karbon di Tanah Air, sehingga berbagai langkah, salah
satunya bekerja sama dengan pihak swasta. "Keuangan publik (public finance) tidak akan cukup mendukung komitmen tersebut, dukungan dari swasta penting juga,"ujarnya.
" Untuk mendapatkannya (dana), kami membutuhkan partisipasi dan kita
(Indonesia) sudah berdiskusi dengan swasta dan terus melakukan
koordinasi,"terangnya. Sri Mulyani mengungkapkan biaya yang dibutuhkan Indonesia untuk
mengurangi emisi karbon, seperti yang telah disampaikan dalam perjanjian
Paris.
Salah satunya untuk pengurangan emisi karbon hingga 29 persen
membutuhkan dana sebesar USD 365 miliar (Rp 5,1 kuadriliun dengan kurs
Rp 14.000) sementara pengurangan emisi 41 persen membutuhkan biaya
sebanyak USD 479 miliar (Rp 6,7 kuadriliun).
Dampak Mengerikan
Dalam pembukaan Celebration Transformasi Kementerian Keuangan, pada
Selasa (19/10), Sri Mulyani Indrawati mengatakan tantangan dari
perubahan iklim memiliki level konsekuensi yang tak kalah penting dari
dampak pandemi COVID-19.
"Tantangan dari sisi environment adjustment ini perubahan yang akan
menimbulkan konsekuensi yang dahsyat,"kata Sri Mulyani dalam acara
tersebut.
Sri Mulyani mengatakan perubahan iklim menjadi tantangan bagi masyarakat
terutama generasi muda. Sebab, dampak dari perubahan iklim hampir tidak
terbatas atau sama dengan dampak pandemi.
"Tantangan worldwide yang tidak pilih-pilih, tidak ada bordernya atau garis batas, sama dengan pandemi,"ujarnya.
Komentar
Posting Komentar