Lonjakan Harga Nikel Diharapkan Mampu Menaikan Kinerja Industri Pertambangan
Jakarta - Lonjakan harga nikel pada tahun ini menjadi angin segar bagi industri
pertambangan mineral. Dengan kenaikan harga ini diharapkan mampu
mengerek kinerja industri yang bergerak di sektor tersebut. Hal ini
diungkapkan Corporate Secretary PT PAM Mineral Tbk (NICL) Suhartono.
"Perseroan berkeyakinan kinerja operasional pada tahun 2021 akan lebih
meningkat dibandingkan dengan tahun 2020. Selain itu kinerja operasional
diperkuat oleh semakin meningkatnya harga nikel di tahun 2021
dibandingkan dengan tahun 2020," ungkap Suhartono dalam keterangan
tertulis di Jakarta, Rabu (18/8/2021).
Pada 2020, NICL mencatatkan laba opersional sebesar Rp 45,8 miliar pada
2020 berdasarkan laporan keuangan tahun 2020 yang telah diaudit.
Hal ini naik 36,6 persen dibandingkan dengan laporan keuangan internal
2020, yang telah diterbitkan NICL pada laporan sebelumnya, yang hanya
mencatatkan laba operasional sebesar Rp 33,5 miliar.
"Sedangkan laba bersih di tahun 2020 sebesar Rp 32 miliar atau lebih
tinggi 12,5 persen dibandingkan laporan keuangan internal 2020, yang
telah diterbitkan NICL pada laporan sebelumnya, yang hanya mencatatkan
laba bersih sebesar Rp 28,4 miliar," kata Suhartono, Corporate Assistant
NICL.
Peningkatan ini disebabkan adanya penurunan nilai beban pokok penjualan
pada laporan internal 2020 NICL yang tercatat sebesar Rp 147,9 miliar
sedangkan berdasarkan laporan audit NICL, beban pokok penjualan tercatat
sebesar Rp 116,6 miliar atau lebih rendah 21,2 persen.
Hal ini tentunya juga menopang gross profit dan operating earnings yang
lebih besar dibandingkan yang tercatat pada buku inhouse. Margin gross
profit dan operating earnings NICL masing-masing sebesar 50,3 persen dan
36,6 persen.
Nilai Aset
Selain itu, NICL juga mencatatkan nilai aset lancar yang lebih tinggi
pada laporan buku audit. Total nilai aset lancar NICL sebesar Rp.124,1
miliar, lebih tinggi sebesar 11,9 persen dibandingkan dengan nilai
property lancar pada buku in-house 2020 yang hanya sebesar Rp.110,8
miliar.
Kondisi tersebut disebabkan karena posisi nilai uang muka dan dibayar
dimuka yang mengalami kenaikan dari Rp 1,9 miliar menjadi Rp 23,0
miliar. Secara keseluruhan NICL mencatatkan nilai complete possession
nya sebesar Rp.189,7 atau lebih tinggi 7,7 persen dari laporan keuangan
Inhouse.
Di sisi existed, NICL mencatatkan nilai utang sebesar Rp 82,9 miliar
atau lebih tinggi sebesar 11,7 persendari yang tercatat di posisi
laporan keuangan in house 2020.
Peningkatan ini terjadi karena adanya peningkatan posisi hutang jangka
pendek yaitu sebesar 12,3 persen dari Rp.69,8 miliar menjadi Rp 78,4
miliar. Pada posisi ekuitas NICL mencatatkan nilai ekuitas sebesar Rp
106,7 miliar, lebih tinggi sebesar 4,7 persen dari posisi inhouse 2020.
Komentar
Posting Komentar